Laman

  • RSS
Latest Post
Loading...

Monday, 17 October 2016

Rasa Kemanusiaan Kita


Ini pendapat pribadiku dan sebagai pengingatku, jika kamu tertarik kamu bisa melanjutkan membaca, tapi jika tidak sesuai maka tinggalkanlah, karena ini akan sedikit menyentil telinga kita yang terbiasa mendengar pujian dan sanjungan.

Sadarkah kalau belakangan ini rasa kemanusiaan mulai perlahan terkikis? Rasa kemanusiaan yang aku maksud bukan sekedar kasihan serta berempati ketika melihat pengemis atau pengamen cilik. Tapi rasa kemanusiaan yang aku maksud adalah perhatian kita terhadap perasaan manusia lain apapun tingkatan sosialnya. Dengan begitu wong cilik tentu masuk dalam pembahasan ini.

Aku tidak tahu apakah keresahan yang aku rasakan kamu merasakannya juga. Aku hanya ingin menyampaikan apa yang aku lihat dan aku rasakan tentang fenomena ini. Yang aku rasakan saat ini adalah emosi manusia-manusia Jakarta meningkat, terutama dijalan raya saat berkendara, fenomena ini berbeda dengan beberapa tahun-tahun lalu. Saat ini kamu akan melihat kendaraan sangatlah padat seakan-akan sudah tidak ada jalan lagi yang dapat kamu lalui, ditambah dengan teriknya matahari atau derasnya hujan yang akan membuat suasana jalan semakin tidak bersahabat. Disinilah sering terjadi tindakan yang tidak semestinya. Misalnya disaat kamu berkendara dan tidak sengaja menyenggol motor lain maka dia akan menatap sinis seperti ingin memangsamu, dan jeleknya jika kamu balas memandang dengan sinis sehingga percekcokan terjadi lalu berakhir pada ring tinju alias perkelahian. Ini tidakan yang tidak semestinya, karena yang menyenggol harusnya memasang wajah ramah dan friendly lalu meminta maaf, dan yang di senggol harusnya biasa saja melihatnya, begitulah dijalan, jika tidak disenggol yang kamu menyenggol, itu hukum jalan raya yang macet. Kalau beberapa tahun lalu kamu akan menemukan keramahan yang jauh lebih baik, ya mungkin sekarang jalan semakin padat.

Kasus lain yang mengkikis kemanusiaan kita adalah tentang memposting makanan yang sedang kita makan. Mungkin sekilas itu tidak bermasalah, karena kita hanya memposting sesuatu yang kita suka di akun media sosial kita dengan harapan orang lain ikut senang dengan apa yang kita rasakan, tapi kenyataan tidaklah selalu begitu karena kita tidaklah mengetahui isi hati saudara kita yang lainnya, bisa jadi ia sedang dalam keadaan sulit bahkan untuk makan susah, dapatkah kamu membayangkan bagaimana perasaannya ketika melihat postingan kita? saat itulah kita menyakiti hati orang tanpa kita tahu. Begitu pula saat kita sedang berlibur ketempat yang mewah lalu memposting gambar kesenangan kita, maka ingatlah bahwa tidak seluruh semua saudara-saudara kita dapat merasakan hal yang sama. Jangan sampai kebiasan-kebiasaan kita yang seperti itu menumpulkan kepekaan kita terhadap perasaan saudara kita.

Serangkaian hidup kita kini membuat kita jauh dari rasa kemanusiaan, karena kita terlalu banyak hidup bersama dengan gadget, seperti saat makan malam bersama teman-teman, yang seharusnya kita berkomunikasi satu sama lain, sekarang kita sibuk menunduk memainkan gadget, sampai-sampai pelayanpun tak kita hiraukan alias direndahkan karena tidak kita respon ucapannya, ini adalah sikap kemanusiaan yang mulai hilang. Begitu pula saat ada pengamen atau orang meminta-minta datang, kita hanya angkat tangan tanpa senyuman dan wajah tetap menatap layar gadget, ya gadget menyita hidup kita, membuat kita berubah, berinteraksi dengan yang jauh dan tak terrlihat bahkan tak dikenal dan mengabaikan yang dekat bahkan yang kita kenal.

Sekedar tersenyumpun kini rasanya sukar, karena wajah selalu menunduk kearah gadget, padahal senyuman merupakan sedekah yang akan mengalirkan ganjaran pahala bagi kita. dan kini seluruh respon serta aktivitas kita seakan-akan tak nyata, alias keberadaannya hanya virtual melalui media sosial. Pada masa yang akan datang ini akan menyebabkan ketidakseimbangan sosial, dalam artian manusia akan dinilai hanya dari akun sosialnya atau interaksinya di dunia maya, inilah yang akan mengikis rasa saling percayaan dan kemanusiaan kita. Kembalilah kepada yang kehidupan yang semestinya kita jalani dan batasi diri kita dari pembiasaan-pembiasaan yang dapat menumpulkan kepekaan sosial kita atau bahkan dapat membuat kita menjadi manusia yang terkikis rasa kemanusiaannya.