Cermin, sebagaimana kita ketahui
ia dapat memantulkan objek yang ada dihadapannya, dan ia akan memberikan
kejujuran terkait objek yang ia tampilkan, tidak sekalipun ia berbohong tentang
objek itu. Tapi apa yang akan terjadi dengan kaca cermin itu apa bila ia mulai
bernoda atau lama tidak dibersihkan? Tentu objek yang ia tampilkan akan buram,
semakin banyak noda yang menepel maka objek yang dipantulkan akan semakin
buram. Bagaimana jika kamu membersihkan kacanya? Yap, jika nodanya masih
sedikit mungkin dapat kamu hapus secara mudah, tapi bagaimana jika sudah
bertahun-tahun tidak dibersihkan, pasti akan sulit menghilangkan nodanya,
bahkan jika sudah maksimal masih akan tersisnya noda-noda yang tetap tidak
dapat dihapus. Seperti itulah juga hati kita.
Nah, kira-kira hati kita itu
mirip-miriplah sama cermin. Kalau kamu pernah ingat, dulu ketika kamu sekolah
di taman kanak-kanak, Bu Guru sering sekali mengilustrasikan tentang hati,
yaitu hati diumpamakan sebagai kertas putih yang tak bernoda, kemudian jika kita
berbuat dosa maka kertas tersebut akan diberi titik, kalau banyak dosanya maka
titiknya akan semakin banyak. Lalu ketika kita beristighfar atau meminta
ampunan maka titik-titik itu akan dihapus. Ya begitulah hati kita.
Hati memiliki kedudukan penting bagi
manusia, buka organ hati tapi hati nurani. Terkait hati, Rasulullah pun
bersabda yang artinya “didalam jasad kita ada segumpal daging, apabila ia baik
maka baikalah seluruh jasad, dan apabila ia buruk maka buruklah seluruh jasad,
tentu saja ia adalah HATI”.
Kalau kita lihat hadits tersebut terkandung makna
luar yang menjelaskan tentang fungsi organ hati manusia, yakni apabila fungsi
hati itu normal maka akan normal dan baik juga setiap bagian ditubuh kita,
karena hati merupakan organ vital yang selalu harus bekerja dengan semestinya
tanpa ada gangguan apapun karena jika ia terganggu atau organ hati itu menjadi
rusak maka akan ikut rusak juga bagian-bagian organ tubuh lainnya.
Dari hadits diatas dapat juga
diambil perlajaran lainnya yaitu dari sisi tersiratnya hadits yang tentunya
sesuai dengan kenyataan. Dimana hati dimaknai dengan hati nurani, yang berate
ia memiliki fungsi penting dalam kehidupan jauh lebih penting dari organ hati.
Jika hati kita bersih, sebagaimana nasyidnya Aa Gym ‘bila hati kian bersih,
pikiran pun akan jernih, semangat hidup nan gigih, prestasi mudah diraih’, maka
seluruh perbuatan kita akan lurus, niatnya akan tulus hanya untuk Allah,
pikirannya, tingkah lakunya, ucapan dan segala yang ada pada dirinya akan lurus
dan baik. Nah sebaliknya jika hati kita busuk atau buruk maka aktivitas, niat
serta seluruh yang ada pada diri kita akan otomatis mengikutinya ‘namun bila
hati busuk, pikiran jahat merasuk, akhlakh kian terpuruk, jadi makhluk
terkutuk’.
Maka jagalah hati, agar tetap
bersih dan jernih seperti mata air, jika ada kotoran yang jatuh ia akan segera
mengalir bersama air yang keluar. Yap, jadikan hati kita seperti mata air. Karena
ketika hati kita bersih dan jernih, kita dapat menanyakan padanya apapun jika
kita sedang bimbang, itulah yang dinamakan dengan ‘mata hati’. Terkait dengan
ini Nabi Muhammad Saw pernah berpesan kepada seorang sahabatnya (Wabishah Bin
Ma’bad), pesan beliau adalah “…mintalah pendapat hatimu (tanyakan pada dirimu)
(sebanyak tiga kali), kebaikan itu adalah apa yang dirimu nyaman kepadanya, dan
dosa itu adalah apa yang ditolak dirimu serta membuat ragu hatimu, sekalipun
seluruh manusia memberimu fatwa (pesan dan saran)”.
Kebenaran akan terlihat oleh hati
yang jernih karena senantiasa dibersihkan dengan taubat dan istighfar dan
bukanlah suatu kebenaran yang hadir dari hawa nafsu dan bisikan syaitan.
Jagalah hati agar tetap dapat melihat kebenaran dan menerimanya jika
disampaikan oleh orang lain. Wahai Maha Pembolak-balik hati, jagalah hati ini
agar tetap berada diatas agamamu dan kebenaranmu.
sumber: muslim.or.id