Laman

  • RSS
Latest Post
Loading...

Wednesday, 19 October 2016

Bahaya Mulut (Lisan)


Setiap kelebihan dan fasilitas apapun yang diberikan Allah kepada makhluk-Nya merupakan nikmat yang tak terhitung nilainya. Sebagaimana arti dari firman Allah “dan apabila kamu menghitung nikmat Allah maka tidaklah kamu dapat menghitungnya”. Diantara nikmat yang Allah berikan kepada manusia adalah mulut untuk berbicara. Dengan mulut tersebut manusia dapat berbicara apa saja yang ia inginkan. Pertanyaannya pernahkah kamu menghitung berapa huruf yang keluar dari mulutmu dalam hitungan setengah jam ketika kamu sedang berbicara? Atau berapa kata atau berapa kalimat yang keluar? Aku rasa sulit untuk dihitung, apalagi jika dalam sehari penuh terlebih lagi dalam setahun atau bahkan selama kita hidup, menghitungnya merupakan kemustahilan.


Sudah terbayang kan apa saja yang keluar dari mulut kita. Tapi sadarkah kita pernah menyakiti saudara kita dengan lisan yang tajam ini? Sadarkah kita pernah membantah orangtua dengan lisan ini? Sadarkah kita pernah berbohong atau bersumpah palsu dengan lisan ini? Tentunya kita sudah lupa karena terlalu banyak yang terucap dari lisan kita. Tapi faktanya kita pernah mengucapkan kata-kata tersebut. Oleh karena itu seringkali kita mendengar adanya dalil-dalil terkait lisan dan peringatan para ulama ataupun para petua mengenai bahaya lisan (mulut). Darisanalah lahir ungkapan ‘mulutmu harimaumu’, mulut diumpamakan dengan harimau bukan karena persamaan suaranya akan tetapi bahaya mulut (lisan) sama seperti bahaya harimau yakni dapat membunuh.

Begitulah bahaya lisan sampai-sampai ia mendapatkan posisi penting dalam Islam, ia dapat menjadi penyampai kebenaran dan dapat juga menjadi sumber fitnah, tergantung pemilik lisan kemana ia membawa lisannya berucap. Termasuk kalimat tentang ‘lidah tak bertulang’ yang dimaksudkan adalah lidah yang tidak memiliki tulang ini lebih berbahaya daripada anggota badan lainnya yang bertulang.

Terkait perkara lisan ini Nabi Muhammad Saw banyak berpesan kepada ummatnya agar memperhatikan masalah mulut dengan lidahnya yang tak bertulang itu, diantara sabda-sabda beliau adalah sebagai berikut, yang kurang lebih artinya “barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah berkata baik atau diam”. 

Berkata baik atau diam daripada berkata buruk dikaitkan dengan keimanan kepada Allah dan hari akhir, hal ini menunjukkan betapa pentingnya perkara menjaga lisan tersebut. Karena berkata buruk sangat identik dengan kaum non Muslim, dan lebih dari itu Islam hendak menjaga hak-hak setiap muslim serta menjaga juga perasaannya dari bahaya lisan saudaranya. Islam pun ingin mengajarkan kepada kita agar senantiasa berkata baik, karena dibalik perkataan yang baik itu ada pahala yang amat besar.

Hadits lainnya terkait bahaya lisan adalah ancaman yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw kepada sahabat Mu’adz dalam hadits yang cuku panjang, tapi aku ambil intisarinya yang dibutuhkan pada tulisan ini, arti dari potongan hadits tersebut “dan apalagi yang menyebabkan manusia dicampakkan wajahnya atau hidungnya kedalam neraka kalaulah bukan karena perkataan mereka (hasil lisan mereka). Karena sangat sensitifnya masalah lisan ini sampai-sampai ada ancaman seperti itu bagi mereka yang tidak dapat menajaga lisannya.

Termasuk dalam bahaya lisan adalah menggunjing orang lain, membuka aib orang lain, menyebarkan berita bohong (gossip), dan lain sebagainya. Hal tersebut dapat membatalkan amalan kita dan membuat kita bersemayam dalam api neraka. 

Sebagaimana kisah dua wanita pada masa Nabi, ketika itu bulan Ramadhan, tentunya panas jazirah arabiya bertambah disaat Ramadhan. Dalam keadaan panas seperti itu berat rasanya melanjutkan puasa, disaat itu datanglah dua wanita kepada Rasulullah dan mengadu jika mereka tidak sanggup meneruskan puasa mereka dan untuk membatalkan puasa mereka diminta oleh Rasulullah Saw untuk memuntahkan isi perut mereka supaya mendapatkan alasan berbuka, dan sungguh menjijikan apa yang mereka muntahkan, yaitu daging-daging busuk manusia, bukan karena mereka memakan manusia ketika sahur tapi karena mereka menggujing saudara mereka alias menggosipkan orang lain. Yang demikian itu sia-sia amal ibadahnya, sekalipun ia sering sholat malam, memberikan sedekah, berpuasa disiang hari, penyebab kesia-siaan itu adalah karena tidak dapat menjaga lisannya.


Bahaya lisan memang senantiasa mengintai, jika kita tidak mengendalikan lisan ini maka lisanlah yang akan mengendalikan kita dengan nafsu untuk berbicara apapun yang dia mau. Kesucian diri dan hati dapat dimulai dari sucinya lisan.